Gyuhao Parents AU Omake: Mpreg/Biological children, Domestic, Fluff
“Inget ya. Nggak boleh keliling sendirian.”
“Siap, Ma!” 😆
“Pegangin tangan Adek, jangan sampe kalian kepisah ato kesasar.”
“Siap!” 😆
“Kalo Papa sama Mama nggak keliatan, kalian harus…?”
“Cari pegawai supermarket terus ngaku anak ilang dan kasitau nomor hape Papa Mama!” 😆
“Good,” 😐👍 “Adek nurut sama Kakak ya. Jangan ambil barang di tempat tinggi. Jangan ngacak. Jangan ambil jajanan banyak-banyak. Jangan bandel.”
“Mm,” *angguk* 😶
“Ayo, Dek, ke lorong situ! Banyak jajanan!” 😆
“Jangan lari-lari!” 😩
Mingyu terkekeh melihat itu semua. Ia merangkul pinggang Minghao yang masih memerhatikan kepergian kedua anaknya dengan cemas dan mengecup pipinya, membuat suaminya itu mengerling tajam ke arahnya. “Apaan sih, Gyu?” tukas Minghao. Didorongnya troli kosong melewati pintu masuk supermarket. Hari masih cukup pagi dan belum saatnya gajian, jadi supermarket yang luas itu tergolong sepi. Barang pun masih banyak dan lengkap. Minghao paling suka berbelanja bulanan di saat seperti ini.
“Nggak,” Mingyu tersenyum simpul. “Kamu manis sih, Mah, jadi aku pengen cium.” 🤭
“Apaan sih…,” 😩 “Mending kamu ambilin beras tuh, Pah, dari sana. Taro troli kamu. Dua sak ya, di rumah udah abis. Ada yang makannya kayak nggak pernah dikasih makan sih di rumah.” 😩😩
“Siap, Sayang~” 😘
Mingyu menuruti perintah Minghao. Ia dengan mudah mengangkat dua sak beras dan menaruhnya di troli bagiannya, sementara Minghao mengambil dua botol besar minyak zaitun untuk menumis dan dua pouch minyak sayur untuk menggoreng garing. Mereka membagi tugas dalam menuntaskan ceklis belanjaan mereka.
“Mah, kapur barus abis?”
“Ambil tiga, Pah, sama bebek biru juga. Ini…shampoo kamu abis ya, Pah?”
“Oh,” Mingyu menyela. “Aku nggak cocok pake shampoo itu. Aku mau coba yang laen aja.”
“Jangan sering ganti-ganti, nanti kamu ketombean.”
“Nggak lah~” 😗 “Lagian pake shampoo itu aku malah gatel-gatel. Nanti aku liat deh merk lain. Di-skip aja dulu, Mah.”
“Oke. Aku coret aja ya,” dicentangnya di samping tulisan ‘SHAMPOO PAPA’. “Terus, hmm…”
“Mie goreng.”
Minghao membuat wajah tak suka.
“Sama mie cup. Stok dikit aja, Mah, plis~” 😩
“Itu nggak sehat!” 😠
“Dikit doaaangg~” 😩 “Cuma lima sebulan nggak apa kan, lagian kamu kalo lagi ujan juga suka bikin mie rebus anget-anget pake tomat, cabe, daun bawang sama telor toh Mah…”
“I-itu beda!!” 😠😤
“Ayo dong~ Boleh ya, Mama~?” sengaja, Mingyu merangkul suaminya dari belakang, bermanja untuk mendapatkan pengabulan dari Minghao. Sesuai dugaannya, suaminya selalu menyerah kalau Mingyu sudah bermanja padanya.
“Ambil tiga aja.” 😠
“Tiga mie goreng, dua mie rebus. Nanti pas ujan, aku buatin kamu mie rebus yang enak. Oke?” 😉
Kedipan mata. Senyuman kekanakan. Luluh lah Xu Minghao. Skak mat.
“Dasar kamu tuh ya….” 😩😩
“Yes!” Mingyu pun berlari ke lorong mie instan. Tentunya setelah mencuri ciuman di bibir suaminya, meninggalkan Minghao merah padam sendirian.
Tidak lama kemudian, anak-anaknya kembali dengan lengan penuh jajanan. Minghao menghela napas. “Mama bilang apa tadi?” lelaki itu berjongkok agar matanya sejajar dengan mata kedua anaknya. “Jangan ambil jajanan banyak-banyak. Ini apa semua?” 😐
“Abisan kayaknya enak, Mah! Kakak udah milih-milih kok, tadinya malah lebih banyak!” 😆
“…Adek juga mau ini semua, Mah.” 😶
Minghao menghela napas. “Sini, Mama sortir dulu. Kalo kebanyakan makan micin ato gula, nggak bagus buat kalian,” jajanan anak lelakinya pun ia pilah satu-persatu. “Kue cokelat…ciki…wafer…coki-coki…mie kremes…lays…taro…citato… Ini kok Kakak banyak banget ambil micin ya, Mama nggak suka ya, Kak.” 😐💢
“Tapi, Mah—”
“Haooo, ini yaa~” 😆
Persis ketika itulah, Mingyu datang membawa lima bungkus mie instan. Timingnya buruk banget.
“Tuh, Papa aja beli micin banyak, Mah!” segera saja anaknya menunjuk ke arah ayahnya, yang hanya menelengkan kepala tak tahu situasi apa yang sedang berlangsung.
Minghao menghela napas lagi. Kalah telak. Namun, ia sempat mencubit kesal pipi Mingyu yang masih bingung.
Beberapa saat berlalu, anak-anak pun kelelahan. Minghao memesankan mereka masing-masing segelas jus dan menyuruh mereka duduk beristirahat di area makanan siap saji, sementara Mingyu dan Minghao memilah ayam dan daging.
“Beli ini mau nggak?” Mingyu mengangkat dua pak besar daging sirloin yang segar.
“Buat apaan?”
“Buat besok wiken kita bakar-bakaran,” ringis suaminya. “Udah lama kan kita nggak bakar daging di halaman belakang. Nanti kita undang Wonu sama Soonie juga.”
“Hoo…boleh juga tuh,” kebetulan, Minghao juga suka daging, walau tidak seadiktif suaminya itu. “Kalo gitu ambil juga daging ayam sama ikan. Aku ke sayuran bentar, ngambil bawang bombay sama paprika.” Lalu, ia berbalik. “Saos barbequenya juga ya Gyu.”
“Siap, Kapten~” 🤭
Dengan dua troli penuh, mereka pun mengepak semuanya di kasir. Minghao mendudukkan Adik yang tertidur kecapean di bangku kecil di troli, menjadikan dadanya tempat bersandar kepala anak itu. Ia tersenyum melihat anak perempuannya dan mengecup ubun-ubunnya penuh sayang.
“Papah, Kakak mau es krim!” sementara anak lelakinya menarik-narik lengan ayahnya, menyeretnya ke kios es krim yang mereka lalui menuju parkiran mobil.
“Ayo, ayo, Papa juga mau~”
“Pah, jangan kebanyakan kasih Kakak makanan dingin, nggak bagus tau!” protes Minghao.
“Se-scoop aja kok, Mah. Panggil Mas Seok gih,” meringis jahil, suaminya itu mendorong trolinya mengikuti arah lari anak lelakinya.
“Dasar, bapak anak sama aja…,” menghela napas lagi, Minghao mengirimkan WA ke Mas Seokmin. Pesan itu segera mendapat tanggapan.
“Papa mau rasa apa?” 😆
“Apa ya…yang itu apa, suapin Papa dong, Nak.” ❤️
Minghao melihat mereka dan tersenyum lemah. Sosok Mingyu yang menggendong anak lelaki mereka agar anak itu bisa menyuapi tester es krim ke ayahnya, sedangkan anak perempuan mereka bersandar tidur di dadanya. Sebuah pemandangan yang ia syukuri setiap malam dalam doanya sebelum hari berlalu.
(“Mingyu, maaf ya? Tapi…aku kayaknya jatuh cinta sama kamu…”)
Andai dia tidak memberanikan diri memberitahu perasaannya pada suaminya di malam bulan purnama itu. Andai Mingyu tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Kedua anak mereka mungkin takkan pernah lahir. Dua nyawa kecil yang indah ini. Dua bayi yang mengagumkan ini. Ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Mingyu dan kedua anak mereka.
Syukurlah.
“Mama, aaa~” 😆
Minghao mengerjap. Uluran tangan mungil sebuah sendok kayu dengan cuil es krim berwarna putih muncul di depan mukanya. Kakak dalam gendongan Mingyu menelengkan kepala karena ibunya diam saja.
“Mama?”
“Mama kan nggak makan makanan dingin, Kak,” Mingyu tertawa.
Mendengar itu, Minghao ikut tertawa. Di luar dugaan suaminya, Minghao memajukan kepala dan memakan es krim tersebut, membuat anak lelakinya meringis lebar, amat senang.
“Enak.”
Syukurlah…