Wonshua AU for FFFL Project: Jealousy, Quarrel, Canon compliant, No intention to harm any OTP sorry beforehand, Jealousy by Monsta X
“Shua.”
Yang dipanggil gagal menoleh. Fokusnya terjerat oleh apa yang ditampilkan di layar handphonenya. Jeonghan menaikkan sebelah alis, lalu dirinya sendiri kembali memusatkan perhatian pada hal yang sama.
Beberapa member sedang memonitor hasil rekaman Going Seventeen edisi escape room, dimana mereka harus bekerja sama memecahkan berbagai petunjuk yang membentuk satu kesatuan cerita utuh agar dapat keluar dari ruangan tersebut. Mereka berkumpul di ruang tengah dorm lantai 6, menanti makan malam yang tak kunjung datang sambil berkutat dengan handphone masing-masing. Jeonghan mengambil tempat di sebelah Joshua, posisinya miring dengan kepala dan punggung bersandar ke sisi samping lelaki itu. Seokmin dan Jun duduk bersila di lantai, sedangkan Chan, Mingyu dan Wonwoo duduk di tempat tidur dengan punggung pada tembok dan kaki terjulur.
Komentar dan obrolan datang silih berganti di antara mereka, kebanyakan adalah pendapat serta pertanyaan mengenai episode escape room tersebut. Seokmin masih kurang paham siapa yang membunuh siapa, antara Mary dan Hans, sehingga Mingyu menjelaskan lagi padanya, dibantu oleh Wonwoo. Chan berkomentar kalau kamar Jun dkk cukup banyak bagian jumpscare-nya, sedangkan Jun memuji bagaimana tim Chan dkk sanggup bekerjasama dengan cepat dan terarah, sehingga tak ada waktu terbuang percuma.
Jeonghan, tidak mengindahkan itu semua, melirik ke arah Joshua yang tetap menonton dengan pandangan kopong. Sesekali, alisnya menukik membentuk kerutan di kening. Ketika Jeonghan mengintip ke layar handphone Joshua, ia pun kemudian tersadar apa penyebab sahabatnya itu diam seribu bahasa sambil memasang wajah kesal di tengah ruangan yang ramai itu.
Keteraturan itu terpecah ketika interkom mereka berbunyi. Chan meloncat dari kasur, bergegas menerima panggilan. Pesanan mereka ternyata sudah datang. Bersama Jun, Chan turun untuk mengambil makanan. Mereka memesan berkotak-kotak masakan Cina dari restoran yang direkomendasikan Jun malam itu. Selepas kepergian dua membernya, Seokmin balik menekuni layar handphone, sementara Wonwoo dan Mingyu membahas kemungkinan mereka bermain escape room lagi, tapi kali ini tanpa kehadiran staff. Wonwoo nampak antusias akan ide tersebut seperti Mingyu, karena memecahkan teka-teki adalah satu hal yang mereka berdua nikmati bersama.
“Shua,” Jeonghan mencoba memanggilnya lagi. Kali ini, sahabatnya itu menoleh. Bila Jeonghan tidak begitu yakin sebelumnya, maka sekarang tak ada lagi keraguan. Menatap mata legam sahabatnya itu, ia tersenyum. Tangannya pun menangkup pipi Joshua. “Hei. Mereka murni cuma main-main kok. Bukan kayak yang kamu pikirin.”
“Aku nggak mikir apa-apa kok,” Joshua balas tersenyum. Manis sekali, memang, sahabatnya itu, bahkan ketika tengah ditelan murka.
“Jangan marah.”
“Nggak marah,” bersikeras.
Dasar keras kepala, batin Jeonghan. Ia kemudian mengambil napas dalam-dalam sebelum dihembuskan dengan berisik. “Ya sudah,” langsung menyerah. “Tapi aku saranin kamu ngomong ke dia kalo ada yang kamu pendam ya. Jangan disimpen sendirian.”
“Nggak paham kamu ngomong apaan, Hani.”
“Iya, iya…,” dielusinya pipi Joshua. Lalu, bibir mengecup kening sahabatnya penuh sayang. Hati pun luluh, Joshua mendengus, menaruh kepalanya ke bahu sahabatnya. Bermanja di sana, karena Jeonghan adalah personifikasi kenyamanan baginya. Jeonghan dan Seungcheol, keduanya. Joshua menutup mata, merasa aman.
Tanpa menyadari bahwa ada sepasang mata lain memandangi mereka, tak suka.
Suara ketukan di pintu dan Joshua berteriak dari dalam, “Masuk!”
Alangkah kagetnya ia ketika melihat siapa yang datang. Segera, kunci diputar.
Klik.
Terkunci berdua dengan sangat mulus.
“…Ada perlu apa?” nada yang ia gunakan dingin, menusuk langsung tanpa ampun. Ia sedang enggan beramah-tamah, apalagi dengan sumber kekesalannya beberapa hari ini.
“Ngapain tadi kamu sama Jeonghan?”
“Dia lebih tua dari kamu. Panggil dia hyung,” tampik Joshua. Sengaja ia alihkan fokusnya ke handphone yang sedang ia mainkan sebelum kedatangan lelaki itu.
“Persetan.”
Mata Joshua melebar saat, mendadak, handphone hilang dari tangannya, diambil paksa dan dilempar ke atas kasur, tepat di samping mereka. Kini, lelaki itu berdiri persis di depan Joshua yang tengah duduk di pinggir kasur. Tatap mereka beradu, sama-sama dilumuri kekesalan.
“Apa-apaan?” Joshua menggeram.
“Aku tanya sekali lagi, kamu tadi ngapain sama Jeonghan, cium-ciuman kening segala?”
“Oh? Jangan bilang kamu cemburu?” senyuman yang ia pasang pun timpang, menyiratkan kesenangan atas penderitaan lelaki itu.
Di luar dugaan, lelaki itu bergerak gelisah. Pipinya agak merona. “Y-ya, emangnya salah, kalo aku cemburu pacarku dicium orang lain?” matanya mengarah ke semua selain Joshua.
Rasanya Joshua ingin tertawa terpingkal-pingkal. Lucu. Lucu sekali! Seolah yang salah hanyalah dirinya di perkara ini. “Pacar? Aku pacar kamu?” ia pun terkekeh geli. “Kok aku nggak ingat ya kita pacaran?” Main-main, dikerutkannya alis, sembari telunjuk mengetuk-ngetuk sisi kening, berpura-pura sedang mengingat sesuatu.
Wonwoo tidak merasa itu lucu. “Joshua….,” geramnya. Suara Wonwoo yang berat menebalkan ancaman di sana.
Tapi, ah, yang namanya Joshua Hong bukan orang yang akan mundur dengan pukulan secuil seperti itu. Ia malah mengisi lagi peluru ke dalam magasin dan mengokangnya, bersiap menembak tanpa kenal rasa takut. Ia adalah orang yang seperti itu.
“Kirain pacar kamu Mingyu saking mesra banget berdua, nggak lepas-lepas dari minggu lalu,” selorohnya ringan, tiada beban. Joshua, mengacuhkan Wonwoo, mengambil handphonenya. Ia mendorong dirinya sampai punggung menempel tembok. “Kalo kamu mau udahan, bilang aja. Aku nggak masalah kok. Mingyu lebih cocok sama kamu daripada aku. Fanbase kalian juga paling gede di antara fans kita kan? Segitu cocoknya lho kalian berdua.”
Karena tak ada respon, Joshua melanjutkan.
“Kalo fanbase pairingku yang gede itu sama Hani, tapi Hani dipair sama Cheol nggak kalah gede, sampai dipanggil papa dan mama. Antara aku masuk ke hubungan threesome atau ke pairing alternatif lain, sama Seok.”
Wonwoo menggigit bibir bawahnya.
“Menurut kamu gimana? Seoksoo. Seokmin Jisoo. Kalo aku baca fanfic, di situ Seok kayak sayang banget sama aku. Bucin banget. Apalagi dia lucu anaknya, suka ngebanyol. Di fanfic pun begitu. Kayaknya aku lebih cocok sama dia daripada sama kamu kan?”
“Joshua.”
Deg.
Tanpa ia sadari, Wonwoo sudah berlutut di atas kasur, di hadapannya, kedua lengan memenjara kepala Joshua. Raut mukanya seolah ia menahan diri untuk tidak meledak di sana.
“Kamu serius ngomong begitu?” suara Wonwoo berat dan parau, hampir berbisik ke bibirnya.
Diam-diam, Joshua meneguk ludah. Kemudian, ia dengan cepat mengalihkan pandangan. “Kenapa nggak serius?” tantangnya. “Kamu sendiri? Nempel Mingyu terus. Kamu sendiri lupa siapa pacar kamu.”
“Aku nggak nempel dia ya—”
“Oh ya? Nggak nempel Mingyu?” terpelatuk, Joshua langsung menoleh lagi. Kali ini, matanya menangkap mata Wonwoo. “Terus itu tadi apa, hah? Dua episode Gose, kamu terus aja sama Mingyu, nggak lepas-lepas! Aku harus banget ngeliatin pacarku nempel sama orang lain, hah?!” Ia lepas kendali. Semua yang selama ini dibendung meluber sudah.
“Kita cuma lagi main! Kebetulan kita satu tim! Salah kamu sendiri nggak pernah ngecek grup chat!”
“Sebelom itu juga! Pas main tes logika. Kamu nempel terus ke Mingyu. Bisik-bisik lah. Berdiri deketan berdua doang lah. Banyak banget tau nggak, momen kalian di-ss sama fans kita! Kamu pikir aku nggak kesel apa, nge-search nama kamu tapi keluarnya kamu sama Mingyu, Mingyu, Mingyu terus?!”
Ah shit. Joshua tidak ingin menangis, tapi ia tak punya kendali akan kelenjar air matanya. Dengan punggung tangan, ia mengusap tetes tangis tersebut. Hati masih dilalap api.
Wonwoo mengencangkan rahang. “…Kamu sendiri gimana?” digamitnya dagu Joshua agar mereka saling bertatapan. “Kamu sendiri sama Jeonghan nempel terus. Pas episode variety Kwannie, aku udah ngulurin tangan ke kamu! Aku nutup mata, ngarepin kamu ambil tangan aku! Tapi apa?? Kamu malah ambil tangan Hani! Di depan member kita, kamu nolak aku! Kamu lebih milih Hani daripada aku!”
“K-kalo aku ambil tangan kamu, nanti di dorm abis syuting kita bisa diceng-cengin seminggu!” memerah, kedua pipi Joshua. Ia ingat betul bagaimana tatapan para member melihat mereka berdua, jauh di belakang sana, luput dari kamera. “Aku harus ngambil tangan Hao ato Hani, mau nggak mau!”
“Ya terus kalo diceng-cengin, kenapa?!” Wonwoo tidak mau kalah. “Kamu nggak suka diceng-cengin sama aku?! Kamu nggak suka jadi pacar aku?!”
“AKU SUKA!”
“AKU JUGA!!”
Hening. Keduanya menarik napas yang mulai memburu. Mereka baru sadar kalau suara mereka terlalu keras, memungkinkan member lain mendengar pertengkaran mereka. Wonwoo mengusap wajahnya, berusaha menenangkan diri.
“Joshua…,” ia memulai. “Aku sayang sama kamu. Aku suka diceng-cengin sama kamu. Aku suka kamu jadi pacar aku. Kenapa kamu nggak percaya aku…?”
“…Abisnya…kamu sama Mingyu…”
“Mingyu itu temen deket aku.”
“H-Hani juga sahabat aku-“
“Maaf,” Wonwoo seketika itu juga memeluk kekasihnya. “Maafin aku ya. Aku nggak mikir kalo aku deket sama Mingyu nyakitin kamu. Aku cuma fokus ke games yang lagi kita semua mainin. Aku nggak nyadar sama perasaan kamu. Maaf ya?”
Joshua menggeleng di pundak Wonwoo. Lengannya ikut merengkuh punggung lelaki itu. Tangisnya sengaja ia usapkan di pakaian Wonwoo. “Maafin aku juga. Aku…aku udah cemburu nggak jelas. Aku kesel tiap liat kamu sama Mingyu soalnya…soalnya kayak aku nggak pantes buat kamu…”
“Ngomong apa sih? Kamu liat nggak sih, aku harus kompetisi sama siapa? Yoon Jeonghan. Sainganku itu malaikat. Seharusnya yang ngerasa ‘nggak pantes’ itu aku ke kamu, bukan sebaliknya,” Wonwoo berdecak.
Joshua pun tertawa. Wonwoo, mendengar itu, tersenyum. Dikecupnya pipi Joshua.
“Aku nggak suka kamu dicium Jeonghan,” aku Wonwoo. “Kalo tadi Jun sama Channie nggak keburu balik bawa makanan, mungkin aku udah jambak dia dan usir dari sana.”
Joshua refleks menggeplak punggung Wonwoo. Yang digeplak hanya meringis menahan sakit.
“…Yah, kalo boleh jujur, aku juga tadi hampir mau seret sambil jewer si Mingyu dan kurung dia di kamarnya, biar jauh-jauh dari kamu…”
Mereka terkekeh geli bersama.
“Serem ih pacarku posesif,” goda Wonwoo.
“Kamu sendiri? Bucin,” tuduh Joshua.
“Emang.”
“Emang apa?’
“Emang bucin.”
Joshua tersenyum.
“Sama dong.”
Sebelum bibir mereka bertemu dalam kecupan yang hangat.
.
.
.
“Ngomong-ngomong, aku masih emosi kalo inget kamu main Pocky Game sama Hani pas kita fanmeeting terus kamu kayak lagi ciuman di bibir sama dia—hmph!”
“Ssh,” Joshua berbisik. “Less talking, more kissing.”