Gyuhao Day D-1: Wonhui Natsume Yuujinchou AU Omake, Fallin’ Flower by Seventeen
花咲き散る間に傷癒え芽は出る
While flower blooms and falls scars cure and buds shoot
僕らは最初で最後の今を生きているんだよ
We are living our first and last moment
Terik matahari menembus sela-sela dedaunan pohon yang menaunginya. Kelopak mata Kim Mingyu berkedut ditemani erangan rendah, sebelum ia perlahan membukanya. Pertama, bayangan yang kabur. Sinar mentari menyilaukan hingga segala tampak tak jelas. Kerjapan beberapa kali berikutnya pun menyusul, memperjelas langit yang biru cerah nun jauh di atas sana.
Ia mengerang lagi.
Di mana…? Jam berapa…?
“Papa?”
Mingyu berkedip lagi. Jantungnya melonjak sesaat melihat makhluk itu. Sebuah wajah bulat dengan pipi tembam semerah apel segar. Kedua bola matanya besar dan, percaya atau tidak, berkilauan indah. Rambutnya hitam legam dan lebat. Batita itu mengenakan baju bayi berwarna hijau daun. Di kepalanya, melingkar topi berbentuk sepasang mata kodok, mengikat piring kecil di bawahnya. Anak itu memandanginya sambil menelengkan kepala dan mengemut jari telunjuknya yang mungil.
“….!?”
Sontak, Kim Mingyu bangkit ke posisi duduk.
“WHA—”
“Ah~ you’re up finally?” Mingyu menoleh cepat, hanya untuk menemukan Xu Minghao berjongkok di sampingnya. Kappa itu memandangnya dengan bosan.
Yang pertama Mingyu sadari adalah keadaan mereka berdua yang telanjang bulat, sama sekali belum mengenakan pakaian setelah kejadian semalam. Tetiba saja rut Mingyu datang, entah kenapa dan bagaimana caranya. Ia juga tidak paham mengapa Minghao tidak menolak sentuhannya dan malah menikmatinya sampai pagi hampir menjelang.
Yang kedua adalah anak itu.
“Hao…,” ditunjuknya bocah itu. “Ini…?”
“Papa.”
“Yah…bisa dibilang anak lo dan gue?”
“…Hah??“
Minghao mengangkat anak itu, lalu didekatkannya ke wajah Mingyu, yang refleks memundurkan kepala.
“Liat. Ini bayi Kappa. Mirip gue kan?”
Mingyu mengangguk menyetujui. Benar-benar duplikat sang Kappa dalam versi mini.
“Tadinya gue kira nih anak juga punya gue sendiri. But look here,” dengan ibu jari dan telunjuk, sang Kappa membuka mulut anak itu. Sebuah taring kecil nampak di sana. Jelas sekali. Bola mata Mingyu pun melebar.
“It’s ours.”
“Papa?” tak mengerti, anak itu menelengkan kepala lagi.
Meski penasaran, Mingyu masih tidak berani menyentuh anak itu.
“Tapi jujur aja, gue sendiri kaget sih, anak ini bisa lahir padahal cuma semalem gue kawin sama lo,” Minghao mendesah. Mingyu paham benar alasannya karena ia juga merasa begitu. Tidak semudah itu keturunan diperoleh antara sesama makhluk halus, apalagi yang berbeda spesies macam mereka berdua. Energi keduanya pasti sangat besar ketika bercinta semalaman kemarin, sampai-sampai peraduan energi mereka melahirkan seorang anak.
Memang, ada makhluk-makhluk yang bisa dengan mudah membagi energinya menjadi keturunan, seperti halnya wanita salju dengan anak-anak salju mereka. Namun, Kappa dan Inugami jelas bukan golongannya. Biasanya Kappa hanya bisa punya anak dengan sesama Kappa, sedangkan Inugami lebih memilih partner manusia untuk berkembang biak karena mereka memiliki siklus rut dua kali per tahun.
Sungguh, anak itu adalah hasil keajaiban, in one way or another.
“Papa!”
“Gyu?”
Kaget. Minghao mengangkat lagi anak itu dan memosisikan ubun-ubunnya di bawah dagu, memudahkan Mingyu untuk melihat betapa miripnya mereka berdua. Versi unyu sang Kappa.
Gemes ih pengen cium.
“Ah…yah, okelah,” Mingyu tidak tahu harus berkata apa lagi. Kalau anak itu sudah lahir ya…ya sudah. Toh punya anak bersama Kappa itu tidak buruk juga. Rasanya penasaran juga anak itu akan tumbuh menjadi makhluk hybrid yang seperti apa. Apalagi, kemarin malam, Mingyu juga sudah—
“Sakit?”
Sang Kappa otomatis menggeleng, membiarkan Mingyu mengelus bekas gigitan permanen di ceruk lehernya. Tanda kepemilikan khusus dari siluman anjing untuk mate satu-satunya. Ia juga tidak paham mengapa ia memberikan tanda itu pada Minghao. Mungkin memang butuh waktu untuk mempelajari ini semua bersama sang Kappa dan anak mereka berdua.
Mingyu kemudian mencubit pelan pipi Minghao, membuat Kappa itu merengut bingung. Sang Inugami memindahkan fokusnya ke batita yang masih di gendongan Minghao.
“Hei, Bocil.”
“?” tatapnya naif dan bertanya.
“Namamu siapa?”
“Nama?”
“Oh,” Minghao memotong. “Gue belum kasih nama kayaknya. Lupa.”
“Nama? Lupa?” si anak membeo.
“Ato…lo aja yang kasih nama, Gyu, gimana?” Minghao agak malas memikirkan hal sesepele nama. Apapun tidak masalah.
“Nama ya…,” Mingyu melirik ke Minghao, lalu kembali ke anak itu. Ia tersenyum lebar, menunjukkan taring yang lebih besar dan tajam dari milik anak itu.
“Yaudah. Kalo gitu, nama kamu—”
君へと舞い落ちてくよ
I’m fallin’ to you