Gyuhao Day D-6: Office AU Omake, Best of Me by Michael Bublé
Rambut kusut masai di atas sarung bantal berwarna putih. Kelopak mata yang terpejam. Bibir yang agak terbuka. Dada naik turun dalam napas yang teratur. Mentari pagi jatuh menyinari wajah tampan berkulit kecoklatan itu.
Minghao tertegun memandangi lelaki yang tidur di sampingnya sambil memeluknya lemah. Lengan yang melingkari pinggang rampingnya enggan lepas bahkan di dalam lelap. Selimut menutupi sebagian besar tubuh telanjang mereka, hanya menyisakan bagian dada ke atas untuk Mingyu dan pundak ke atas untuk Minghao. Mata hitam yang cerdas tidak berhenti menatap sang lelaki yang tengah tidur.
Semalam…dirinya telah menjadi milik Mingyu seutuhnya…
Pipinya dijalari rona merah lagi, secara aneh merasa malu. Sudah lama sekali sejak seseorang menyentuhnya seperti itu. Bahkan, jauh lebih baik daripada sebelumnya. Mingyu memeluknya lembut sekali. Tiap ujung jemari halus menyapu kulit Minghao, membakar seluruh nafsu di dalam dirinya. Bibirnya. Giginya. Lidahnya. Semua. Semua.
Dan ia berkali-kali mencapai puncak, dipuaskan tanpa pamrih, oleh lelaki itu. Menerima begitu banyak, sangat, sangat banyak, sampai tubuhnya tak mampu lagi menampung seluruh bisikan kata cinta yang Mingyu sampaikan di telinganya sepanjang malam. Tetes air matanya pun terus turun, bukan semata karena pedih ketika seseorang bercinta dengannya lagi setelah sekian lama, tetapi juga karena orang itu adalah ia yang menutup luka di hatinya. Orang yang dengan tulus memberikan apa yang selama ini ia cari. Apa yang selama ini ia dambakan.
Cinta.
Minghao tanpa sadar telah mengangkat tangan, mengelusi lembut pipi dan bibir Mingyu. Sedikit kernyitan alis pun muncul, namun tak ada gerakan lain setelahnya. Mingyu masih pulas tertidur. Wajah tampannya mengendur, lepas dari ketegangan, ketika elusan lembut Minghao membawakan perasaan tenang.
Kim Mingyu. Kekasihnya.
Senyuman lebar pun terangkai di wajah Minghao. Senyuman yang merupakan campuran kebahagiaan, rasa malu, dan ketidakpercayaan. Senyuman dengan pipi merah padam seperti anak sekolah yang malu-malu di depan cinta monyetnya.
“Mingyu.”
Bisiknya, bersamaan dengan kedua tangan yang menangkup pipi Mingyu. Lelaki itu tidak terbangun dan Minghao berharap ia tetap begitu, setidaknya setelah ia mengucapkan dua patah kata.
“Kim Mingyu.”
Hanya kamu. Kamu, seluruh jawaban dari penantianku. Harta, di bawah pelangi setelah deras hujan menerpa jalanku. Kamu.
Kamu.
Kim Mingyu.
“Benang merahku.”
Terima kasih.
I might have saved the very best of me for you