Wonshua 13 Anak +62 AU Omake: Light smut
“Iya, Ma. Iya. Met natal ya, Ma.”
Sambungan diputus.
“Gimana Mama? Sehat?” ketika suaminya kembali ke sisinya di sofa ruang tengah, Wonwoo bertanya. Lengannya sendiri otomatis memeluk pundak Joshua.
“Mm-hmm,” gumaman sebagai jawaban. “Sehat kok…”
Di ruang tengah itu, televisi dimatikan. Botol wine dibuka (Joshua kurang suka sampanye dan Wonwoo tidak punya alkohol favorit, jadi ngikut saja), dituang ke dua gelas tinggi. Waktu menunjukkan 12:05 pagi, seharusnya mereka sudah berbaring di balik selimut. Alih-alih, di sini lah mereka, duduk berpelukan di sofa. Kedua kaki Joshua diangkat dan ia melendot ke dalam pelukan suaminya. Matanya setengah memejam, menghirup wangi sabun mandi di kulit Wonwoo.
“Won…”
“Hmm?” kecupan pada puncak kepala Joshua.
“Aku kangen Mama…”
Semenjak dua tahun lalu, mamanya Joshua beserta suami barunya pindah permanen ke Amerika, sementara Joshua dan Chan memutuskan untuk tinggal di Indonesia. Mamanya kini merayakan natal, tapi Joshua tidak ambil pusing soal itu. Orangtua tetaplah orangtua. Amerika…jauh. Pun biaya ke sana tidak sedikit, sedangkan rumah tangga yang ia bangun bersama Wonwoo pun punya banyak sekali tanggungan. Cicilan rumah. Cicilan mobil. Deposito. Tabungan untuk biaya tidak terduga.
Juga…
“Sabar ya, Sayang? Kita kan juga lagi nabung buat kamar baruโฆ”
Kamar yang dicat kuning pastel. Mainan. Baju. Boks bayi…
Joshua memejamkan mata, kemudian mengangguk dan menumpangkan kepala ke bahu Wonwoo. Ia paham betul. Proses adopsi tidaklah mudah. Perlu biaya cukup banyak. Susu bayi tidak murah, belum lagi biaya vaksin dan dokter anak. Uang masuk TK, dan sebagainya, yang perlu mereka pikirkan sebelum bertemu bayi mereka.
Menyaksikan suaminya menunduk lesu, Wonwoo mengernyit. Ikut sedih. “Sayang…,” kecupan lagi. “Doain aja ya, semoga ada rejeki tahun depan buat kita ke sana.”
“Nggak apa-apa kok, Won, aku ngerti…,” ia sendiri juga pekerja kantoran, paham betul akan kejamnya potongan pajak, BPJS, JSTK, dan sebagainya. “Maaf, aku udah egois. Padahal kita lagi nabung buat bayi kita…”
Wonwoo menggeleng. “Mama kamu Mama aku juga, Josh. Dari aku kecil, aku sama kamu terus, inget?” senyuman merekah. “Sabar ya? Pasti ada aja kok jalannya.”
“Mmm…”
Tidak pas Natal pun tidak apa-apa. Tapi, alangkah indahnya, kalau ia bisa memeluk ibunya, mengucapkan selamat natal dan tertawa bersama keluarga barunya.
Keluarga…
Joshua mendongak menatap Wonwoo.
“Hmm?” yang ditatap menelengkan kepala, masih tersenyum.
Bagai tersihir, Joshua memajukan wajahnya sampai bibir mereka bertemu. Rasa wine yang sama yang dicecap lidahnya.
“Kenapa, Josh?”
Ia dicium lagi. Dicium, sampai ia tidak lagi berpikir untuk bertanya. Tanpa ia ketahui, punggungnya merebah di sofa dengan Joshua duduk di atasnya. Tangan di dada, mengelusi pakaian di sana.
“Joshua…?”
Namun, suaminya sudah mengambil gelas berisikan wine untuk diteguk sekali, lalu sisanya ditumpahkan ke dadanya.
“The fuck-?!”
Dingin yang datang tiba-tiba membuat Wonwoo hendak beranjak, namun ditahan oleh gerakan pinggul suaminya di bawah sana, membuat mereka berdua mengerang. Joshua menunduk hingga ia bisa berbisik ke telinga Wonwoo.
“Christmas Eve sex. Sounds good?” dijilatnya telinga itu.
“Good. Very good,” ia menjilati bibirnya yang mendadak kering.
Joshua tertawa. Lalu, dikecupnya bibir suaminya.
“Who knows? Maybe you’ll impregnate me, baby, it’s holy night after all.”
Mendengus geli, Wonwoo tertawa. Tangan meraih tengkuk Joshua untuk menciuminya lagi.
“Should I say ‘amen’ to that, then?”
Ringisan, sebelum dunianya mengerucut menjadi kehangatan suaminya.