Gyushua ABO AU Omake: Fluff, Comfort, Married Couple, Soulmate, School AU, ABO, Underage, Huge Age Gap, Teacher/Student, Reincarnation, All My Love by Seventeen
Bulu mata Kim Mingyu bergetar sebelum kelopaknya membuka perlahan. Langit-langit gelap dengan sekelebat cahaya mentari waktu fajar lah yang pertama ia lihat. Saat fokusnya menjernih, didapatinya Joshua tengah memandangi dirinya dengan sisa kantuk di parasnya yang indah itu. Rambutnya mencuat agak berantakan. Pipinya merona segar akibat krim malam yang rajin ia gunakan.
“Hei…,” Joshua menyapa suaminya dengan kecupan bibir. “Kamu jadi kebangun…maaf ya…”
Mingyu tidak menjawab apapun, hanya mengulum senyuman ringan sebagai jawaban bahwa ia tidak keberatan sama sekali. Diduselnya ujung hidung Joshua dengan ujung hidungnya sendiri dan suaminya itu pun menghela napas.
Aroma bahagia sang Alpha adalah kepuasan tersendiri bagi Omega di dalamnya. Bila Mingyu menyentuh bekas gigitan permanen di lehernya, kepuasan itu akan meningkat berkali lipat. Memeluk tubuh besarnya yang tegap nan hangat. Mencium bibirnya yang lembut, yang senantiasa bertutur sopan padanya bahkan setelah lebih dari sepuluh tahun pernikahan. Menelusuri jejak demi jejak garis-garis di wajahnya yang mulai muncul akibat usia dan mengelus rambutnya yang kini diselingi uban putih…
Tiap hari, tiap waktu dan usia yang bertambah, nyala api dalam dada Joshua tidak kunjung berubah. Jantungnya masih terlonjak tiap kali Mingyu mengenakan setelan indah dan menyisir rambutnya sebelum ke pesta bersama, masih berdetak tidak beraturan tiap kali Mingyu menatapnya dengan sayang atau dengan gairah untuk memangsanya saat itu juga…
Tuhan…kapankah cintanya pada suaminya ini akan lebih tenang…?
Ibu jari Joshua mengelusi pipi Alphanya, masih saja takjub terhadap siapa yang ditakdirkan menjadi pasangan jiwanya sejak ia menikahi Mingyu. Ia tidak pernah berpikir bahwa dirinya bisa seberuntung ini. Bila seseorang hanya hidup satu kali, maka hidupnya adalah hidup yang benar-benar indah karena Tuhan memberikan Mingyu kepadanya. Tuhan telah menyambungkan benang merahnya dengan benang merah Mingyu, Alpha yang baginya paling sempurna di dunia.
Setitik air mata jatuh begitu saja di pipi Joshua. Sontak, raut muka Mingyu menjadi cemas. Ia segera bangkit untuk mengusap lenyap tangis itu dari pipi kekasih hatinya, namun Joshua tersenyum lebar, berusaha menenangkan Mingyu bahwa yang turun barusan adalah air mata bahagia.
“Aku cuma ngerasa kalo aku tuh beruntung banget. Punya kamu, punya Gyuri…,” ucapnya. Ia menangkup tangan Mingyu dan menekannya ke pipinya sendiri. “Aku bahagia banget…hidupku indah banget sejak aku ketemu kamu…”
“Sayang…,” jakun sang Alpha bergerak naik-turun. Ia pun tersulut haru biru. “Aku pun…sejak bertemu denganmu…”
“Gyu, kalo…reinkarnasi itu ada dan kita terlahir lagi di kehidupan yang lain—”
“Aku akan menemukanmu,” sang Alpha memotongnya. “Aku akan menemukanmu, akan jatuh cinta lagi denganmu, akan meminangmu seperti enam belas tahun yang lalu.”
Joshua terkekeh menghadapi keseriusan di paras dan ucapan suaminya. “Tapi kita kan nggak bakal kenal satu sama lain pas itu,” selorohnya.
“Aku yakin aku akan mengenalmu.”
Joshua pun terdiam. Mingyu menempelkan kening mereka.
“Sepuluh, seratus, seribu tahun. Bahkan di kehidupan lain. Meski lahir berkali-kali di berbagai semesta, aku yakin aku hanya akan jatuh cinta padamu,” bisikan pada bibirnya membuat semburat merah di pipi Joshua semakin mekar dengan indahnya. “Kekasihku…”
Lalu, Kim Mingyu mencium bibir suami tercintanya, begitu lembut dan penuh cinta.
“Ah, Gyu, kemari.”
“Ya, Kak?” segera, ia bangkit dari meja. Ruang guru pagi itu begitu ramai karena mulainya semester baru. Mereka semua bersiap menyambut murid-murid usai liburan musim panas yang panjang dengan caranya masing-masing. Kim Mingyu sendiri sedang menghitung jumlah kue potongan yang ia panggang semalam untuk ia bagikan ke anak muridnya ketika kakaknya, sekaligus kepala sekolah, Seungcheol, melangkah masuk dan menegurnya.
“Ini anak pindahan dari States. Dia bakal masuk ke kelas kamu. Karena di kelas kamu ada Chwe, jadi kupikir bakal membantu proses adaptasinya dengan lebih baik. Namanya—”
“Hong,” persis ketika anak itu angkat bicara, Kim Mingyu menoleh. “Joshua. Joshua Hong. Salam kenal, Sen.”
Senyuman anak itu terkulum. Kim Mingyu bagai kena sihir detik itu juga. Ia mengerjap beberapa kali dengan cepat, tak melepas pandangannya bahkan ketika Seungcheol lanjut berbicara.
“—dan perlu kuberitahu bahwa anak ini,” diketuknya formulir di hadapan Mingyu, memutuskan pandangannya pada Joshua dengan paksa. “Ini gender keduanya. Kuharap kamu take note, soalnya di kelasmu ada dua Alpha.”
Mingyu meraih berkas tersebut. Tertulis dengan tinta hitam: Omega.
“Baiklah. Seperti yang kukatakan tadi, Joshua, ini adalah wali kelasmu, Kim Mingyu. Bila ada yang ditanyakan, tanya langsung saja padanya.”
“Baik. Terima kasih, Cheol-sen~”
Setelah mereka ditinggal berdua, untuk beberapa saat, tak ada satu pun yang berbicara. Mingyu menunggu Joshua yang memulai dan Joshua menunggu Mingyu yang memulai. Di antara keramaian yang mengelilingi mereka, Mingyu mulai menyadari Wonwoo mencuri pandang ke mereka. Enggan menjadi subjek gosipan terbaru rekannya itu dengan suaminya, buru-buru Mingyu berdeham, menangkap fokus Joshua kembali padanya.
“Jadi, nanti ikuti saya ke ruang kelas ya.”
Joshua mengangguk.
“Jika ada yang ingin Anda tanyakan—”
“Mingyu-sen.”
“Ya?”
Hening. Mingyu menelengkan kepala sedikit, namun Joshua malah menunduk.
“…Sebenarnya, saya pun ingin menanyakan Anda sesuatu.”
Si anak melirik dari bawah, masih ragu untuk mendongakkan kepala.
“Ini akan terdengar aneh, tapi,” ia berdeham sekali lagi. “Apakah—apakah saya mengenal Anda sebelumnya?”
Refleks, Joshua mengangkat wajah. Napasnya tersentak.
“Maaf, ini bukan—saya tidak bermaksud—tentu saja bukannya saya, eh, merayu atau apa—” mulai kelabakan, Kim Mingyu menggaruk sisi rambutnya, melonggarkan sedikit kerahnya, lalu menutup separuh wajah bagian bawahnya yang merah padam dengan tangan. “Tapi… entah kenapa, hati saya merasa bahwa saya sudah mengenal Anda sejak lama…”
Bijih mata Joshua berkilau. Pipi anak itu ikut merona cantik.
“Maaf! Saya tidak—” kemudian, Mingyu menghela napas dalam-dalam. “Lupakan. Maafkan saya. Tolong jangan takut atau berpikir yang tidak-tidak. Saya sama sekali tidak bermaksud buruk.”
Bel pun berbunyi. Bersama rekan guru yang lain, Kim Mingyu mengajak Joshua Hong berjalan bersama menuju kelas mereka. Mereka diam saja sampai Joshua angkat bicara.
“…Sen?”
“Ya?”
“Aku juga ngerasa udah kenal Sen dari lama.”
Mingyu menoleh. Joshua menoleh balik, menatapnya, dan tersenyum.
“Mungkin Sen soulmate aku?” kelakarnya. “Ato mungkin, dulu, di kehidupan lalu, kita pasangan?” Joshua mendadak tertawa. “Bercanda. Tapi, nanti bantu aku ya, Sen. Kalo aku nggak sengaja keluarin feromonku, ditegor aja nggak pa-pa. Soalnya sebelum ini, aku home schooling, jadi nggak biasa harus nahan feromon gitu.”
Anak itu mulai mengoceh. Kim Mingyu pun perlahan mengenyahkan pemikirannya dan menghela napas. Mereka berhenti di depan pintu kelas mereka.
“Baik,” senyumnya sopan. “Mari, saya perkenalkan Anda dengan teman-teman kelas Anda.”
Grek!